Graf Terarah Asiklik

Directed Acyclic Graph (DAG) adalah struktur data alternatif di bidang blockchain yang memungkinkan sejumlah simpul (transaksi atau peristiwa) diproses dan dikonfirmasi secara paralel sekaligus, tanpa harus mengemas transaksi ke dalam blok seperti pada blockchain konvensional. Dalam DAG, setiap transaksi baru dapat secara langsung maupun tidak langsung memvalidasi beberapa transaksi sebelumnya, sehingga membentuk jaringan terarah tanpa siklus. Pendekatan ini memungkinkan sistem mencapai throughput lebih tinggi dan latensi lebih rendah, sangat sesuai untuk aplikasi yang membutuhkan pemrosesan transaksi berjumlah besar secara cepat. Teknologi DAG telah diadopsi oleh proyek seperti IOTA dan Hedera Hashgraph sebagai solusi inovatif atas masalah skalabilitas blockchain.

Latar Belakang: Asal-usul Directed Acyclic Graph

Konsep Directed Acyclic Graph berasal dari ilmu komputer dan matematika, dan awalnya digunakan sebagai struktur data untuk merepresentasikan hubungan ketergantungan serta penjadwalan tugas. Dalam ranah cryptocurrency, penerapan DAG mulai berkembang sekitar tahun 2015, ketika teknologi blockchain menghadapi tantangan skalabilitas serius seperti lambatnya konfirmasi transaksi dan tingginya biaya.

Para pengembang mengajukan Directed Acyclic Graph sebagai solusi alternatif untuk mengatasi keterbatasan struktur linier blockchain tradisional. IOTA's Tangle, yang dirilis pada 2016, menjadi salah satu sistem DAG pertama yang diimplementasikan, kemudian diikuti oleh proyek seperti Byteball (sekarang Obyte) dan Hedera Hashgraph dengan filosofi desain serupa.

Meningkatnya kebutuhan akan Internet of Things (IoT) dan skenario pembayaran mikro menuntut transaksi ber-throughput tinggi dan latensi rendah. Hal ini mendorong pengembangan dan optimalisasi teknologi DAG lebih lanjut. DAG menjadi salah satu fokus utama eksplorasi dalam mengatasi blockchain trilemma: keamanan, desentralisasi, dan skalabilitas.

Mekanisme Kerja: Cara Kerja Directed Acyclic Graph

Mekanisme kerja utama Directed Acyclic Graph berbeda secara mendasar dari blockchain tradisional:

1. Model Validasi Transaksi: Pada DAG, setiap transaksi baru harus langsung memvalidasi dua atau lebih transaksi sebelumnya, membentuk jaringan validasi. Setiap peserta berperan sebagai pengirim transaksi sekaligus validator.

2. Pencapaian Konsensus: Sistem DAG umumnya menggunakan mekanisme akumulasi bobot, di mana tingkat konfirmasi suatu transaksi meningkat seiring semakin banyak transaksi berikutnya yang memvalidasi secara langsung atau tidak langsung. Sistem dapat mengadopsi metode seperti algoritme Weight-Walking untuk menentukan status akhir transaksi.

3. Struktur Penyimpanan Data: DAG tidak menggunakan blok, melainkan menambahkan tiap transaksi sebagai simpul independen dalam jaringan. Simpul-simpul ini dihubungkan oleh sisi terarah yang merepresentasikan hubungan validasi, dan dijamin tidak membentuk siklus.

4. Penyelesaian Percabangan: Jika terjadi transaksi konflik (misalnya double-spending), sistem DAG biasanya menyelesaikan percabangan dengan bobot kumulatif atau simpul terpercaya (seperti "Coordinator" pada IOTA) untuk menentukan jalur utama.

5. Pencegahan Serangan: Untuk mencegah aksi jahat, banyak implementasi DAG mewajibkan pengirim transaksi menyelesaikan bukti kerja sederhana atau menggunakan mekanisme validasi lain demi menjaga keamanan sistem.

Pada kondisi trafik tinggi, struktur DAG secara teoritis mampu mencapai skalabilitas hampir tak terbatas, karena kapasitas pemrosesan meningkat sejalan dengan aktivitas jaringan.

Apa Risiko dan Tantangan Directed Acyclic Graph?

Meski menawarkan potensi besar untuk mengatasi masalah skalabilitas blockchain, Directed Acyclic Graph juga menghadapi sejumlah risiko dan tantangan spesifik:

1. Risiko Keamanan: Pada masa aktivitas jaringan rendah, sistem DAG rentan terhadap serangan 51%, karena jumlah validator yang sedikit memudahkan pelaku jahat mengumpulkan bobot yang cukup untuk memengaruhi sistem.

2. Kecenderungan Sentralisasi: Demi mengatasi risiko keamanan di masa aktivitas rendah, banyak proyek DAG mengadopsi komponen terpusat (seperti "Coordinator" pada IOTA), yang berlawanan dengan prinsip utama desentralisasi.

3. Kompleksitas Konsensus: Algoritme konsensus DAG cenderung lebih kompleks dibandingkan blockchain tradisional, sehingga proses audit keamanan dan identifikasi bug menjadi lebih sulit.

4. Validasi Teoretis yang Minim: Berbeda dengan blockchain yang telah teruji selama lebih dari satu dekade, stabilitas dan keamanan jangka panjang DAG dalam skala besar masih belum terbukti secara menyeluruh.

5. Kendala Pengembangan: Sistem berbasis DAG kurang ramah bagi pengembang karena belum tersedia perangkat pengembangan yang matang dan standar yang diakui secara luas, sehingga hambatan dalam pengembangan dan pertumbuhan ekosistem pun meningkat.

6. Ketidakpastian Regulasi: Sebagai alternatif teknologi blockchain, DAG juga menghadapi ketidakjelasan regulasi yang dapat memengaruhi adopsinya di industri dengan tuntutan kepatuhan tinggi.

Komunitas terus berinovasi dan meningkatkan sistem Directed Acyclic Graph yang masih berada pada tahap pengembangan.

Directed Acyclic Graph, sebagai alternatif inovatif bagi teknologi blockchain, merepresentasikan arah penting dalam evolusi teknologi buku besar terdistribusi. Dengan mematahkan batasan struktur linier blockchain konvensional, DAG menawarkan model pemrosesan transaksi ber-throughput tinggi dan latensi rendah. Walaupun teknologi DAG masih menghadapi tantangan di bidang keamanan, desentralisasi, dan kematangan teknologi, kemampuan pemrosesan paralelnya menunjukkan keunggulan pada skenario seperti IoT, pembayaran mikro, dan perdagangan frekuensi tinggi. Seiring perkembangan penelitian teoretis dan implementasi praktis, DAG dapat melengkapi blockchain tradisional di domain aplikasi tertentu. Bersama-sama, keduanya mendorong kemajuan teknologi buku besar terdistribusi dan memperluas cakupan pemanfaatannya.