Amerika Serikat, Inggris, dan lebih dari selusin negara lain telah meluncurkan perjanjian internasional terperinci pertama mereka tentang cara melindungi AI dari pelaku kesalahan, mendesak perusahaan untuk membangun sistem AI yang "aman dengan desain," seperti dilansir Reuters pada 27 November. Dalam dokumen setebal 20 halaman, 18 negara sepakat bahwa perusahaan yang merancang dan menggunakan AI perlu mengembangkan dan menyebarkan dengan cara yang memastikan bahwa pelanggan dan masyarakat dilindungi dari penyalahgunaan. Perjanjian ini tidak mengikat dan berisi rekomendasi umum seperti memantau sistem AI untuk penyalahgunaan, melindungi data dari gangguan, dan memeriksa vendor perangkat lunak. Selain Amerika Serikat dan Inggris, 18 negara yang menandatangani perjanjian tersebut antara lain Jerman, Italia, Republik Ceko, Estonia, Polandia, Australia, Chili, Israel, Nigeria, dan Singapura. Jen Easterly, direktur Badan Keamanan Infrastruktur dan Keamanan Siber AS, mengatakan penting bahwa begitu banyak negara setuju bahwa sistem AI perlu mengutamakan keamanan. Perjanjian ini adalah yang terbaru dari serangkaian inisiatif oleh pemerintah di seluruh dunia untuk membentuk pengembangan AI, beberapa di antaranya benar-benar efektif, dan pengaruh AI telah meresap ke semakin banyak industri.
